Minggu, 14 Oktober 2012

Transmisi budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan.



Transmisi dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan

Transmisi Budaya dan Pendidikan. Dalam kepustakaan antropologi pendidikan ditemukan beberapa konsep yang paling penting, yakni enculturation (pembudayaan/pewarisan), socialization (sosialisasi/pemasyarakatan), education (pendidikan), dan schooling (persekolahan).
Menurut Herskovits, bahwa enkilturasi berasal dari aspek-aspek dari pengalaman belajar yang memberi ciri khusus atau yang membedakan manusia dari makhluk lain dengan menggunakan pengalaman-pengalaman hidupnya. Proses enkulturatif bersifat kompleks dan berlangsung hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran kehidupan seorang. Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal masa kanak-kanak tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakatnya. Bahwa tiap anak yang baru lahir memiliki serangkaian mekanisme biologis yang diwarisi, yang harus dirubah atau diawasi supaya sesuai dengan budaya masyarakatnya.

Kesamaan dari konsep enkulturasi dengan konsep sosialisasi terlihat dari pernyataan Herkovits yang mengatakan bahwa sosialisasi menunjukkan proses pengintegrasi individu ke dalam sebuah kelompok sosial, sedangkan enkulturasi adalah proses yang menyebabkan individu memperoleh kompetensi dalam kebudayaan kelompok.

Menurut Hansen, enkulturasi mencakup proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni, motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi, ideologi dan sikap-sikap. Sedangkan sosialisasi menurut Gillin dan Gillin adalah proses yang membawa individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari suatu kelompok, yang bertingkah laku menurut standar-standar kelompok, mengikuti kebiasaan-kebiasaan kelompok , mengamalkan tradisi kelompok dan menyesuaikan dirinya dengan situasi-situasi sosial yang ditemuinya untuk mendapatkan penerimaan yang baik dari teman-teman sekelompoknya.

Menurut Herskovits, pendidikan (education) adalah ”directed learning” dan persekolahan (schooling) adalah “formalized learning”. Dalam literature pendidikan dewasa ini dikenal istilah pendidikan formal, informal dan non-formal. Pendidikan formal adalah system pendidikan yang disusun secara hierarkis dan berjenjang secara kronologi mulai dari sekolah dasar sampai ke universitas dan disamping pendidikan akademis umum termasuk pula bermacam-macam program dan lembaga untuk pendidikan kejuruan teknik dan profesional.
Pendidikan informal adalah pendidikan seumur hidup yang memungkinkan individu memperoleh sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dan pengaruh-pengaruh yang ada di lingkungannya dari keluarga, tetangga. Label informal berasal dari kenyataan bahwa tipe proses belajarnya bersifat tidak terorganisasi dan tidak tersistematis. Pendidikan informal biasanya dilaksanakan dalam masyarakat sederhana dimana belum ada sekolah.
Karangan Margared Mead mengenai pendidikan dalam masyarakat sederhana (1942), dimana ia membedakan antara learning cultures dan teaching cultures atau kebudayaan belajar dan kebudayaan mengajar. Dalam golongan yang pertama, warga masyarakatnya belajar dengan cara yang tidak resmi yaitu dengan berperan serta dalam kehidupan rutin sehari-hari. Dimana mereka memperoleh segala pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan untk dapat hidup dengan layak dalam masyarakat dan kebudayaan mereka sendiri. Dalam golongan yang kedua, warga masyarakat mendapat pelajaran dari warga-warga lain yang lebih tahu, yang seringkali dilakukan dalam pranata-pranata pendidikan yang resmi, dimana mereka memperoleh segala pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan.

Pendidikan non-formal merupakan kegiatan terorganisasi di luar kerangka sekolah formal atau sistem universitas yang ada yang bertujuan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan tertentu, pengetahuan, sikap-sikap. Pendidikan non-formal memusatkan perhatian kepada perbaikan kehidupan sosial dan kemampuan dalam pekerjaan. Pendidikan non-formal lebih berorientasi terhadap menolong individu-individu memecahkan masalah mereka, bukan pada penyerapan isi kurikulum tertentu. Pengajaran dilakukan melalui kerjasama dengan guru, umpamanya dengan pekerja-pekerja ahli, pekerja sosial, penyuluh pertanian, dan petugas kesehatan.

Pengaruh Lingkungan terhadap Individu Peserta Didik

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.

Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.
Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :
1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial
Lingkungan yang hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya. Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.
2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu
Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.


Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :
  • Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
  • Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
  • Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
  • Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga di kamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.


Bentuk Transmisi Budaya :
1. Sosialisasi
Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.


2. AKULTURASI
Kehadiran orang Belanada di Indonesia, yang kemudian jadi penguasa, sangat mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangaunan tradisional, serta fungsi ruangannya. Selain itu, alat perlengkapan rumah tangga yang biasa dipakai sehari-hari oleh rakyat pribumi juga mengalami perubahan. Lalu tujuh unsur universal yaitu bahasa, peralatan&perlengkapan hidup, matapencarian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian , ilmu pengetahuan dan religi juga ikut terpengeruh. Ketujuh unsur universal budaya itu bercampur dan percampuran antara kebudayaan Belanda dan Pribumi itulah yang disebut kebudayaan Indis

3. Enkulturasi
Pada masa kebudayaan Indis, enkulturasi terjadi dilingkungan pendidikan dimana pengaruh teman sekitar bagi seorang anak lah yang akan ‘membentuk’nya. Kebiasaan hidup mewah misalnya, anak-anak pada masa itu melihat cara para orang dewasa berpakaian, cara atau kebiasaan para orang dewasa merayakan sesuatu dengan berpesta (minum bir bersama contohnya).
Pengaruh enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu adalah perkembangan seseorang untuk tumbuh kembang dipengaruhi oleh proses kultur atau budaya yang di transmisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dengan proses belajar.
Pengaruh akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu adalah berubahnya kultur seseorang yang terjadi karena pengaruh asing. Hal itu terjadi karena adanya proses sosial dimana sesama manusia saling mempelajari kultur yang ada dalam lingkungan asing tersebut.
Pengaruh sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu adalah kehidupan seorang manusia yang terus berjalan mempengaruhi bagaimana proses penanaman kebiasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya itu terjadi sehingga sosialisasi mempengaruhi peranan seorang individu dalam suatu kelompok masyarakat.

Awal masa perkembangan dan pola kelekatan (attachment) pada ibu atau pengasuh
Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya mempengaruhi pola perkembangan seorang anak, jika seorang anak sedari dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh maka kelekatan antara seorang anak dan ibu tersebut kurang daripada seorang anak yang banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibu nya. Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi dan enkulturasi terjadi di masyarakat membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya.
sumber :

Pengertian dan Tujuan Psikologi Lintas Budaya serta Perbandingan dengan Ilmu lain



PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA


1.    Pengertian Psikologi Lintas Budaya
       ·      Psikologi lintas budaya adalah kajian empirpik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang diramalkan dengan signifikan (Brislin, lonner dan Thorndike, 1973).
       ·           Psikologi lintas budaya menurut Segall, Dasen, dan Poortinga (1990) adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manuasia dan penyebarannya, skaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok yaitu :
            Keragaman perilaku manusia didunia dan kaitannya antara perilaku individu dengan konteks budaya.
       ·           Jadi, dapat disimpulkan bahwa Psilkologi Lintas Budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis dalam berbagai budaya dan kelompok etnik mengenai hubungan-hubungan diantara ubahan psikologis dan sosiobudaya, ekologis dan ubahan biologis serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung.

       2.    Apa hubungan belajar Psikologi Lintas Budaya dengan displin ilmu lainnya
            ·    Hubungan antara Psikologi Lintas Budaya dengan Kepribadian
            Kepribadian cenderung menekankan perbedaan diantara individu atau dalam tradisi lintas-budaya diantara anggota budaya yang berbeda, bagaimana orang-orang menghayati diri sendiri dan konteks sosiobudaya ditempat mereka. Konteks kesamaan lintas budaya berkaitan dengan kepribadian yaitu bagaiman seseorang dapat memahami perilaku orang lain dalam budaya lain, disamping perbedaan dalam keyakinan, pendapat, sikap, dan pengetahuan. Ada 2 aspek substuntif kepribadian sebagai sumbangan psikologi lintas budaya yaitu diri (self) dan wujud kembar dari kesadaran (altered states of consciousines).
       ·           Hubungan antara Psikologi Lintas Budaya dengan Sosiologi
            Dalam ilmu sosiologi ada istilah akulturasi, akulturasi merupakan proses dimana suatu kelompok manusia suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat-laun diterima dan dapat diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Kaitannya dengan psikologi lintas budaya yaitu bagaimana kelompok manusia  yang dihadapkan oleh kebudayaan lain yang dapat mengendalikan budaya asing  yang masuk sehingga budayanya sendiri tidak akan hilang. Unsur-unsur budaya asing yang diterima, tentunya terlebih dahulu mengalami proses pengolahan, sehingga bentuknya tidak asli lagi seperti semula. Misalnya sistem pendidikan di indonesia untuk sebagian besar diambil dari unsur-unsur barat, akan tetapi sudah disesuaikan serta diolah sedemikian rupa, sehingga merupakan kebudayaan sendiri.
·           Hubungan antara Psikologi Lintas Budaya dengan Antropologi
            Ilmu antropologi menekankan pada pengertian tentang manusia dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta kebudayaannya. Kaitannya dengan psikologi lintas budaya yaitu bagaimana manusia dapat memahami adanya perbedaan aneka warna kulit, bentuk fisik, kepribadian antara sesama manusia sehingga manusia  itu dapat menyesuaikan perilakunya pada kebudayaan tersebut, maka manusia dapat berelasi  baik dengan manusia lainnya.

Hubungan lintas budaya dengan ilmu yang lain :
  1. Hubungan lintas budaya dengan ilmu antropologi dalam definisi sering tumpang tindih, baik disiplin cenderung memfokuskan pada aspek yang berbeda dari suatu budaya. Hanya sebagian kecil dimensi manusia yang tidak dicakup dalam konsep budaya, yakni yang terkait dengan insting serta naluri. Contoh : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.
  2.  Hubungan lintas budaya dengan ilmu sosial, kebijaksanaan diterima masyarakat berbasis pertanian tradisional memiliki budaya kolektifitas modern. Contoh : masyarakat informasi.
  3. Hubungan lintas budaya dengan ilmu psikologi klinis, psikologi klinis telah menerapkan prinsip – prinsip psikologi lintas budaya. Contoh : dalam hal psikoterapi dan konseling.
  4.  Hubungan lintas budaya dengan ilmu sosiologi, kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Contoh : kebudayaan hindu budha adanya kontak dagang antara indonesia dengan india maka mengakibatkan adanya kontak budaya yang menghasilkan bentuk-bentuk akulturasi kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kebudayaan sendiri.
  5. Hubungan lintas budaya dengan ilmu politik Dalam teori politik, sistem politik itu terbangun dari berbagai sub sistem politik yang ada serta dipengaruhi oleh sistem -sistem yang lain termasuk sistem budaya. Sementara itu , Budaya politik sering dimaknai sebagai segala pemahaman dan perilaku individu maupun masyarakat tentang kehidupan politik yang terjadi di suatu negara atau di suatu tatanan sistem politik. Dengan demikian budaya budaya politik itu secara garis besar berhubungan dengan sikap dan perilaku politik seseorang atau masyarakat dalam sebuah sistem politik. Maka untuk selanjutnya budaya poltik akan mempengaruhi perjalanan sebuah sistem politik. Pada umumnya para ilmuwan politik membagi budaya politik menjadi 3 bagian atau 3 tahapan yaitu budaya politik “kognitif, afektif dan evaluatif ” ada juga yang menyebutnya budaya “kaula , parokial dan partisipan”. Karakter dari masing-masing tahapan itu jelas berbeda. Keperbedaan itu tentu saja berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem politik yang ada. Menurut David E. Easton Bahwa sistem politik itu terbagi menjadi : input, proses , output dan feed back ” . bagian – bagian ini dalam pelaksanaannya nanti pasti dan selalu akan dipengaruhi oleh budaya politik dari masyarakat politik yang ada di sebuah sistem politik

 sumber : Berry,John W,Poortinga,  Suhardono,Edi (penerj.) .1999. Psikologi Lintas-Budaya: Riset dan aplikasi  Publisher.  Jakarta:Gramedia Pustaka Utama